Senin, 30 April 2012

Kampung Seni Manglayang

Kampung Seni Manglayang Jawa Barat (Jabar) banyak memiliki lokasi wisata budaya yang menjual suasana kampung yang asri. Di Bandung sendiri ada beberapa lokasi wisata kampung atau sering disebut segagai Kampung Seni. Seperti Kampung Seni Manglayang di wilayah Timur Bandung dan Kampung Kerajinan Wayang Golek di Bandung Selatan. Lokasi kampung seni ini sekitar 3 kilometer dari jalan raya Bandung- Cileunyi. Kampung Seni Manglayang terletak di tengah pemukiman yang padat , Komplek Bumi Cinunuk Indah, Kampung Cibolerang, Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jabar. Meski berlokasi agak tersembunyi, untuk mencapainya mudah saja. Sebab masyarakat di sekitar sudah mengetahui kampung seni tersebut , jadi jika salah jalan maka warga setempat akan memberikan petunjuk arah yang benar. Jalan masuknya tidak jauh dari rumah makan Ponyo atau sebuah mini market yang berada di Jalan Cinunuk. Kampung Seni Manglayang dibuat secara mandiri oleh warga setempat bernama H. Kawi (51). Ia membangun sebuah lokasi yang asri itu sejak tahun 2005, namun baru resmi beroperasi bagi masyarakat umum pada tahun 2007. Saat itu kampung seni itu diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, Danny Setiawan. Pada tahun-tahun awal beroperasinya kampung seni, banyak agenda kegiatan yang berlangsung di tempat tersebut. Mulai dari seni benjang, wayang golek atau beragam kegiatan dan perlombaan seni tradisional Jabar. Bahkan Kampung Seni Manglayang sering dijadikan venue bagi penampilan seniman tradisi bukan hanya dari Jabar namun dari Jawa Tengah atau Jogjakarta. Namun setelah memasuki tahun 2009 hingga saat ini agenda kegiatan di tempat tersebut mulai berkurang. Agenda kegiatan yang biasanya diselenggarakan rutin setiap pekan kini jarang ada. Paling tidak satu bulan sekali ada pagelaran, itupun hanya dihari sabtu atau minggu. Diakui oleh pengurus kampung seni, akibat mulai jarangnya pagelaran, maka sejumlah fasilitas di tempat tersebut seakan kurang terurus. Terlihat banyak saung yang bocor, reyot bahkan beberapa hampir ambruk. Sehingga pengunjung sering menyatakan kurang nyaman jika bertandang ke tempat ini. Harapan pengunjung yang datang ke tempat ini biasanya ingin menikmati beragam pertunjukan seni. Namun karena tidak adanya agenda atau jadwal pasti, terkadang saat datang tidak ada kegiatan atau sepi. Padahal di tempat ini seni seperti seni religi, yaitu memuji Tuhan dalam bahasa Sunda, lalu ada seni pastoral, yaitu memelihara hewan ternak menjadi seni unik yang tidak pernah diselenggarakan dilokasi lain. Kawi mengatakan karena tidak ada agenda rutin, maka bagi para pengunjung khususnya rombongan yang akan datang harus memberitahu terlebih dulu, hal itu agar pengelola mempersiapkan berbagai kesenian yang diminta. Untuk masuk ke Kampung Wisata Manglayang tidak dipungut biaya tiket alias gratis. Namun jika ingin melihat pegelaran seni tentunya ada biaya, namun itu tidak mengikat. Inilah yang membuat berbagai pertunjukan dan pelatihan seni di Kampung Seni dan Wisata Manglayang ini menjadi daya tarik kuat pengunjung. Sebagian pengunjung berasal dari warga Cibolerang, masyarakat Jawa Barat, Jawa Tengah, Kutai Kalimantan, dan sebagian lagi dari wisatawan asing, yakni Afrika, Jepang, Amerika, Cina, Singapura, dan Malaysia. Kawi mengatakan banyak warga yang meluangkan waktu seusai kerja untuk berlatih menabuh alat musik tradisional dan mementaskan seni sehingga bisa dilihat pengunjung. Tempat ini cukup luas karena dibangun diatas lahan seluas 1,8 hektare. Saat masuk kedalam Anda akan disambut oleh rimbunnya pepohonan serta saung yang dibangun dari anyaman bambu. Sehingga suasananya terasa damai dan tenteram. Membuat anda ingin berlama-lama di dalam kampung ini. Kampung Seni Manglayang memang tempat yang asri. Ada sekitar 10 saung rumah panggung yang berdinding bambu. Saung-saung itu diberinama dalam bahasa Sunda sesuai dengan fungsinya. Misalnya saung saung untuk menyimpan alat musik dinamakan Saung Lodang. Lalu Saung Kamonesan, sebuah saung dua tingkat yang didalamnya terdapat benda-benda, seperti topeng dan wayang golek. Lalu di sebuah saung bernama Saung Wreti, terdapat pula benda-benda yang lebih berupa peralatan rumah tangga, seperti gentong, caping, dan kentongan. Ada pula bangunan berupa lumbung padi bernama Saung Pawon, dimana di saung itu terlihat beragam peralatan dapur tradisional. untuk memasak. Menurut Kawi, penataan ruang sengaja dibuat sebagai lokasi edukasi bagi pecinta seni dan budaya tradisional Jabar, khususnya seni budaya dibawah kaki Gunung Manglayang. Di kawasan kaki Gunung Manglayang memang terdapat beragam bentuk seni dan budaya. Beberapa di antaranya, seperti Wayang Catur, Benjang, Reak, Genjur, dan Ketuk Tilu Manglayang. Sehingga selain ada saung yang digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan seni atau untuk menginap tamu, dibuat pula dua panggung utama yang lokasinya saling berhadapan. Panggung itu dibuat untuk menampilkan berbagai gelaran seni. Selain itu ada pula ruang kecil untuk pertandingan benjang. “Latihan di sini berdasarkan pada kebiasaan warga sekitar saja. Biasanya sehabis beraktifitas pada siang hari, mereka (warga) datang ke sini. Lalu mulai latihan apa saja, mulai dari nabuh gamelan, atau menari,” kata Kawi. Meski terlihat kurang terurus, namun Kampung Seni Manglayang menjadi salah satu lokasi yang pantas bagi Anda untuk menikmati rimbuna pepohonan dan suasana “ngampung di Bandung”.

Minggu, 15 April 2012

Menikmati Pagi di Puncak Ciumbuleuit Utara (Punclut)


BANDUNG berasal dari kata bandungan, yang artinya bendungan atau tempat berkumpulnya air, seperti halnya sebuah mangkuk yang sangat besar. Untuk dapat membuktikan bahwa Bandung adalah sebuah mangkuk raksasa, maka kita harus melihatnya langsung di puncaknya Bandung, Punclut.

Punclut, oleh penduduk sekitar menjadi sebuah nama pendek dari puncaknya Ciumbuleuit bagian paling Utara. Menyusuri jalan raya Punclut, maka kita seakan-akan berada pada pinggiran mangkuk raksasa. Dari sini kita dapat melihat pemandangan Bandung kota dengan leluasa.

Punclut kini sudah menjadi salah satu lokasi wisata unik yang selalu dipenuhi wisatawan lokal ataupun dari luar kota terutama setiap Sabtu malam dan Minggu pagi. Saat Sabtu malam, banyak pengunjung yang datang untuk nongkrong di saung lesehan yang banyak terdapat di sepanjang jalan, menikmati makan malam dengan menu makanan Sunda sederhana sambil menyaksikan kerlap-kerlip hamparan lampu Kota Bandung dari atas Punclut.

Minggu pagi, lokasi ini akan berubah menjadi pasar kaget yang menjual beragam jenis barang, mirip seperti pasar kaget di Lapangan Gasibu pada hari Minggu . Sehingga saat Minggu pagi, jalan yang hanya memiliki lebar tiga hingga empat meter itu pun selalu macet. Yang berbeda, disini udara terasa sangat segar, masih alami khas udara pegunungan. Sehingga jalan Punclut akan menjadi area jogging track yang panjang.

Sementara di hari lainnya, jalan punclut kembali menjadi normal bahkan cenderung sepi dari aktifitas wisata.

Untuk mencapai Punclut, ada dua akses jalan yang dapat ditempuh, yakni dari arah Lembang Kabupaten Bandung Barat atau dari Jalan Ciumbuleuit Kota Bandung. Memilih untuk melalui Jalan Ciumbuleuit jauh lebih mudah dilakukan. Jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Jalan Cihampelas, sekitar 4 kilometer ke arah Utara , anda sudah memasuki wilayah Punclut. Untuk menuju lokasi wisata, anda dapat mengambil jalan menurun tepat didepan Rumah Sakit TNI AU dr Salamun.

Untuk melintasi Jalan Punclut, anda juga harus ekstra hati-hati karena jalannya agak sempit dan banyak turunan atau tanjakan yang curam. Kemiringannya bahkan dapat mencapai 45 derajat di beberapa ruas jalannya.

Di sepanjang jalan menuju ke puncak tertinggi kawasan obyek wisata keluarga ini para pengunjung akan melihat panorama alam Bandung utara yang cukup indah. Memandang ke arah Selatan, akan melihat deretan pegunungan Malabar, Patuha, dan Waringin. Gunung itu menjadi semacam benteng pelindung Bandung.

Melihat kearah berlawanan, jika cuaca sedang cerah dan tidak berkabut tebal, anda dapat melihat dengan jelas landmark Kota Bandung, seperti Jembatan Layang Paspati, Masjid Raya Jabar, serta gedung-gedung tinggi seperti hotel dan apartemen.

Di Punclut, ada beberapa titik yang strategis untuk melihat pemandangan tersebut. Antara lain di tanjakan terakhir yang paling tinggi, sekitar tower RRI dan jika ada lapangan luas. Di titik-titik itu kini banyak berdiri warung lesehan. Warung lesehan yang ada di seberang kiri dan kanan jalan selalu siap menerima tamu yang hendak beristirahat untuk makan nasi merah. Menu yang sangat sederhana , namun menggugah selera setelah cukup berkeringat usai berolahraga.

Namun jika anda ingin memiliki privasi tersendiri dalam menikmati Punclut, banyak ditemui resort atau vila-vila kecil yang dapat disewa. Cukup mudah menemukannya karena banyak petunjuk arahnya.

Misalnya, anda dapat menyewa tempat di Taguba Resort. Disini view landmark Kota Bandung nampak jelas terlihat. Suasana yang dihadirkan pun cukup menarik, dengan kamar atau vila yang dibangun dari papan kayu. Menurut pengelola setempat, mereka tidak membatasi jumlah orang yang akan menghuni vila tersebut. Cukup menyewa satu, dapat digunakan beramai-ramai.

Selain dapat melihat hamparan Kota Bandung, dari atas Punclut juga dapat dilihat bentangan alam Cimahi. Untuk melihat bentangan kota Cimahi yang ada dibagian Barat hingga Bandung bagian Timur anda dapat mencoba memilih Dragon View. Disebut demikian karena memang ada patung naga berukuran besar yang menandai tempat tersebut. Lokasinya sekitar 100 meter sebelum puncak tertinggi di Punclut.

Memilih menyewa vila memang akan lebih baik. Anda dapat datang Sabtu malam untuk menikmati puncak Bandung di malam hari , lalu esok hari anda dapat berolahraga jalan santai atau jogging. Sebab jika datang Minggu pagi, kendaraan akan sulit melintas karena adanya pasar kaget.

Selain itu, resort tersebut juga biasanya menyediakan beragam kegiatan hiburan bagi keluarga seperti outbound, flying fox, hingga tracking dengan menggunakan ATV (all terrain vehicle).

Sabtu, 07 April 2012

Prasasti di Museum Sri Baduga

Bukti sejarah berupa prasasti juga dapat ditemui di museum Sri Baduga Bandung

. Setidaknya ada empat prasasti yang terbuat dari batu-batu besar dipamerkan, meski semuanya hanya sebuah replika.

Pertama prasasti Ciaruteun yang menggambarkan dua telapak kaki raja. Benda asli terbuat dari batu andesit, ditemukan dialiran sungai Ciaruteun. Kini prasasti tersebut dipindahkan kedarat dan diberi cungkup ( Pelindung ).

Prasasti ini sebagai bukti hadirnya Kerajaan Tarumanagara (+ abad 5 Masehi ) di Jawa Barat dan sekaligus awal dikenalnya tradisi tulis. Pada prasati ini terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar laba-laba dan empat baris tulisan dalam aksara pallawa dan bahasa sansakerta, berbunyi : vikrantasya vanipateh, srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya, visnor iva padadvayam yang menjelaskan tentang telapak kaki penguasa kerajaan Taruma Negara , Raja Purnawarman.

Lalu ada Prasasti Tugu. Merupakan prasasti yang memiliki pahatan tulisan terpanjang dari semua prasasti peninggalan Punawarman. Tulisan dipahat melingkar pada sebuah batu bentuk bulat telur. Dalam prasasti tugu menyebutkan antara lain dua nama sungai yang terkenal di Punyab (India) yaitu sungai Candrabhaga dan Gomati.

Prasasti ini sebagai bentuk peringatan pembangunan sungai Candrabaga dan sungai Gomati sepanjang 6.122 tumbak. Pekerjaan selesai dalam 21 hari. Secara etimologi para ahli memperkirakan nama Candrabaga sekarang adalah Bekasi.

Ada juga prasati Batu Tulis yang di pahat pada sebuah batu andesit segitiga pipih, hingga sekarang masih terletak ditempat asalnya. Menurut K.F. Holle dan F. De Haan prasasti ini sudah diketahui dan disebutkan di dalam Dag-register dari Kastil Batavia sejak tahun 1690.

Prasasti Batu Tulis berangka tahun Saka 1455 (1533 Masehi), di buat pada masa Surawisesa (Ratu Sangiang), putra Sri Baduga (1521-1535). Prasasti tersebut merupakan tanda peringatan untuk Sri Baduga Maharaja yang telah membuat parit pertahanan, gunung-gunungan, mengeraskan jalan dengan batu, membuat (hutan) Samida, dan membuat telaga Rena Mahawijaya. Satu prasasti lainnya adalah Prasasti Telapak Kaki Gajah.

Museum Sri Baduga

Bandung memiliki banyak museum. Tetapi hanya Museum Geologi yang berada di Jalan Diponegoro yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Padahal ada satu lagi museum yang memiliki koleksi lengkap dan beberapa koleksi masterpiece yang tidak dimiliki oleh museum di daerah lain, yakni Museum Sri Baduga.



Nama Sri Baduga sendiri diambil dari gelar seorang raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi.

Museum yang berlokasi tepat di samping Lapangan Tegallega Kota Bandung ini menjadi etelase yang menjelaskan secara lengkap sejarah pekembangan Jawa Barat, sejak masa purba hingga berakhirnya masa penjajahan. Inilah yang menjadikan museum sebagai rujukan wajib bagi pelajar jika mendapatkan tugas untuk menulis sejarah Jabar secara lengkap.

Museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 14.00. Seperti halnya museum lain di Bandung, Sri Baduga juga menjadi lokasi wisata sejarah murah meriah. Tiket masuk hanya 2 ribu rupiah untuk orang dewasa dan seribu untuk anak-anak.

Pembangunan gedung dirintis sejak tahun 1974 dengan mengambil model bangunan tradisional Jawa Barat, berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah panggung yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Gedung dibangun di atas tanah bekas areal kantor kewedanaan Tegallega seluas 8,415,5 m. Bangunan bekas kantor Kewedanaan tetap dipertahankan, sebagai Bangunan Cagar Budaya yang difungsikan sebagai salah satu ruang perkantoran.

Museum ini memang cukup luas. Sehingga dapat menampung bus pariwisata maksimal 20 bus. Sehingga tidak perlu khawatir untuk memarkirkan kendaraan. Hanya saja ,lokasinya yang berada di tengah kota, tepatnya di sekitar Jalan M.Toha dan Jalan BKR , merupakan salah satu jalan terpadat di Kota Bandung. Sehingga perlu bersabar untuk dapat mencapai lokasi museum.

Koleksi tetap museum Sri Baduga ditata menyajikan benda- benda bukti kebudayaan Jawa Barat. Kondisi geografis dan kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Jawa Barat. Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran dalam tiga lantai ruang pameran tetap museum.

Museum Sri Baduga yang memiliki jumlah koleksi sebanyak 6600 koleksi terdiri dari 6346 buah, 220 set, 23 stel dan 11 pasang yang kemudian dikelompokan menjadi 10 klasifikasi.

Koleksi pembuktian sejarah alam Jawa Barat mengawali tata pameran dilantai satu. Pada zaman Plestosen ( antara 2 juta hingga 11 juta tahun yang lalu ) bumi Jawa Barat telah muncul bersamaan dengan terbentuknya Paparan Sunda.

Digambarkan pulau-pulau di Indonesia bagian barat membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia, ketika air laut membeku pada masa glasial ( jaman es ). Dengan adanya jembatan darat terjadi jalur migrasi hewan purba seperti tergambar pada peta Plestosen Indonesia.

Di lantai satu juga menampilkan koleksi yang berkaitan dengan sejarah alam dan budaya Jawa Barat dari masa prasejarah. Media-media pemujaan yang pernah berkembang pada masa lalu merupakan awal munculnya kepercayaan masyrakat di Jawa Barat.

Di lantai dua Museum Sri Baduga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur dari 4 kelompok kebudayaan lalu pada lantai tiga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur mata pencaharian, teknologi, kesenian, pojok sejarah perjuangan bangsa, pojok wawasan nusantara dan pojok Bandung tempo dulu.

Museum ini banyak menyimpan koleksi master piece. Salah satunya sebuah koleksi langka berupa peta wilayah Madura yang dibuat pada tahun 1885. Peta itu menggambarkan Wilayah Keresidenan dan distrik di Pulau Jawa dan Madura pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Nama-nama tempat yang tercantum pada peta tersebut sudah banyak yang berubah diantaranya distrik Batavia menjadi DKI Jakarta, distrik Bagelen menjadi Kebumen, distrik Basoeki menjadi Kabupaten Jember dan distrik Kedu menjadi Kabupaten Magelang.

Selain memiliki koleksi asli, museum ini juga mencoba untuk melengkapi temuan sejarah dengan membuat replikanya. Misalnya saja Kereta Kencana Paksinagaliman yang merupakan kereta asal Cirebon. Kereta kencana kesultanan Cirebon ini dibuat serupa asli baik ukuran maupun bentuknya. Kereta unik ini memadukan 3 unsur binatang yakni burung, ular naga dan gajah.

Pada leher tertera angka tahun dalam huruf Jawa 1530 Saka ( 1608 M ). Diperkirakan dibuat pada Masa pemerintahan Panembahan Ratu. Kereta ini diduga sebelumnya hanyalah sebuah jampana atau tandu tampak pada bagian badan yang merupakan kesatuan yang utuh.

Kontruksi putaran roda dibagian depan mengadopsi dari kebudayaan Cina. Sedangkan bentuk roda belakang seperti payung dengan kemiringan as 400 dan ukuran dalam satuan sentimeter merupakan pengaruh budaya Eropa. Sejak tahun 1930 kereta kencana yang asli tidak lagi digunakan dan disimpan di museum keluarga kanoman.

Beberapa benda yang juga memiliki nilai tak terhingga adalah koleksi lukisan. Menurut pengelola museum, ada beberapa koleksi lukisan yang pernah masuk dalam bursa lelang Christie. Seperti diketahui, setiap lukisan yang pernah masuk dalam tempat lelang Christie selalu memiliki nilai tinggi, minimal dengan harga diatas 2 miliar rupiah.

Selain koleksi lukisan bernilai miliaran rupiah, museum ini juga memiliki koleksi uang kuno, topeng kuno dan benda-benda logam termasuk senjata yang terbuat dari logam mulia seperti emas dan mutiara. Tentunya koleksi-koleksi itu tidak selalu dipamerkan, hanya pada saat-saat tertentu saja ada pameran khusus master piece, tentunya dengan penjagaan lebih ketat.