Sabtu, 07 April 2012

Museum Sri Baduga

Bandung memiliki banyak museum. Tetapi hanya Museum Geologi yang berada di Jalan Diponegoro yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Padahal ada satu lagi museum yang memiliki koleksi lengkap dan beberapa koleksi masterpiece yang tidak dimiliki oleh museum di daerah lain, yakni Museum Sri Baduga.



Nama Sri Baduga sendiri diambil dari gelar seorang raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi.

Museum yang berlokasi tepat di samping Lapangan Tegallega Kota Bandung ini menjadi etelase yang menjelaskan secara lengkap sejarah pekembangan Jawa Barat, sejak masa purba hingga berakhirnya masa penjajahan. Inilah yang menjadikan museum sebagai rujukan wajib bagi pelajar jika mendapatkan tugas untuk menulis sejarah Jabar secara lengkap.

Museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 14.00. Seperti halnya museum lain di Bandung, Sri Baduga juga menjadi lokasi wisata sejarah murah meriah. Tiket masuk hanya 2 ribu rupiah untuk orang dewasa dan seribu untuk anak-anak.

Pembangunan gedung dirintis sejak tahun 1974 dengan mengambil model bangunan tradisional Jawa Barat, berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah panggung yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Gedung dibangun di atas tanah bekas areal kantor kewedanaan Tegallega seluas 8,415,5 m. Bangunan bekas kantor Kewedanaan tetap dipertahankan, sebagai Bangunan Cagar Budaya yang difungsikan sebagai salah satu ruang perkantoran.

Museum ini memang cukup luas. Sehingga dapat menampung bus pariwisata maksimal 20 bus. Sehingga tidak perlu khawatir untuk memarkirkan kendaraan. Hanya saja ,lokasinya yang berada di tengah kota, tepatnya di sekitar Jalan M.Toha dan Jalan BKR , merupakan salah satu jalan terpadat di Kota Bandung. Sehingga perlu bersabar untuk dapat mencapai lokasi museum.

Koleksi tetap museum Sri Baduga ditata menyajikan benda- benda bukti kebudayaan Jawa Barat. Kondisi geografis dan kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Jawa Barat. Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran dalam tiga lantai ruang pameran tetap museum.

Museum Sri Baduga yang memiliki jumlah koleksi sebanyak 6600 koleksi terdiri dari 6346 buah, 220 set, 23 stel dan 11 pasang yang kemudian dikelompokan menjadi 10 klasifikasi.

Koleksi pembuktian sejarah alam Jawa Barat mengawali tata pameran dilantai satu. Pada zaman Plestosen ( antara 2 juta hingga 11 juta tahun yang lalu ) bumi Jawa Barat telah muncul bersamaan dengan terbentuknya Paparan Sunda.

Digambarkan pulau-pulau di Indonesia bagian barat membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia, ketika air laut membeku pada masa glasial ( jaman es ). Dengan adanya jembatan darat terjadi jalur migrasi hewan purba seperti tergambar pada peta Plestosen Indonesia.

Di lantai satu juga menampilkan koleksi yang berkaitan dengan sejarah alam dan budaya Jawa Barat dari masa prasejarah. Media-media pemujaan yang pernah berkembang pada masa lalu merupakan awal munculnya kepercayaan masyrakat di Jawa Barat.

Di lantai dua Museum Sri Baduga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur dari 4 kelompok kebudayaan lalu pada lantai tiga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur mata pencaharian, teknologi, kesenian, pojok sejarah perjuangan bangsa, pojok wawasan nusantara dan pojok Bandung tempo dulu.

Museum ini banyak menyimpan koleksi master piece. Salah satunya sebuah koleksi langka berupa peta wilayah Madura yang dibuat pada tahun 1885. Peta itu menggambarkan Wilayah Keresidenan dan distrik di Pulau Jawa dan Madura pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Nama-nama tempat yang tercantum pada peta tersebut sudah banyak yang berubah diantaranya distrik Batavia menjadi DKI Jakarta, distrik Bagelen menjadi Kebumen, distrik Basoeki menjadi Kabupaten Jember dan distrik Kedu menjadi Kabupaten Magelang.

Selain memiliki koleksi asli, museum ini juga mencoba untuk melengkapi temuan sejarah dengan membuat replikanya. Misalnya saja Kereta Kencana Paksinagaliman yang merupakan kereta asal Cirebon. Kereta kencana kesultanan Cirebon ini dibuat serupa asli baik ukuran maupun bentuknya. Kereta unik ini memadukan 3 unsur binatang yakni burung, ular naga dan gajah.

Pada leher tertera angka tahun dalam huruf Jawa 1530 Saka ( 1608 M ). Diperkirakan dibuat pada Masa pemerintahan Panembahan Ratu. Kereta ini diduga sebelumnya hanyalah sebuah jampana atau tandu tampak pada bagian badan yang merupakan kesatuan yang utuh.

Kontruksi putaran roda dibagian depan mengadopsi dari kebudayaan Cina. Sedangkan bentuk roda belakang seperti payung dengan kemiringan as 400 dan ukuran dalam satuan sentimeter merupakan pengaruh budaya Eropa. Sejak tahun 1930 kereta kencana yang asli tidak lagi digunakan dan disimpan di museum keluarga kanoman.

Beberapa benda yang juga memiliki nilai tak terhingga adalah koleksi lukisan. Menurut pengelola museum, ada beberapa koleksi lukisan yang pernah masuk dalam bursa lelang Christie. Seperti diketahui, setiap lukisan yang pernah masuk dalam tempat lelang Christie selalu memiliki nilai tinggi, minimal dengan harga diatas 2 miliar rupiah.

Selain koleksi lukisan bernilai miliaran rupiah, museum ini juga memiliki koleksi uang kuno, topeng kuno dan benda-benda logam termasuk senjata yang terbuat dari logam mulia seperti emas dan mutiara. Tentunya koleksi-koleksi itu tidak selalu dipamerkan, hanya pada saat-saat tertentu saja ada pameran khusus master piece, tentunya dengan penjagaan lebih ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar