Minggu, 16 Oktober 2011

Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung-Baru 100 yang Dilindungi Perda

Bandung merupakan kota penting saat pemerintah Hindia Belanda masih menguasai nusantara. Hal itu dapat dilhat dari masih banyaknya peninggalan Hindia Belanda khususnya bangunan gedung atau rumah tinggal yang masih kokoh berdiri. Namun juga banyak pula bangunan yang rusak dan tidak dirawat pemiliknya.

Harastuti, selaku pendiri Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung atau lebih dikenal Bandung Her

itage mengakui kini bangunan sejarah yang ada di Kota Bandung lambat laun telah beralih fungsi.

Banyak bangunan bersejarah kini berubah fungsinya menjadi bangunan bisnis. Ini tidak bisa disalahkan akrena perkembangan Bandung yang sangat cepat. Namun sayangnya ada beberapa yang merubah cirri khas bangunan sehingga merusak arsitektur aslinya.

Di Bandung diperkirakan ada lebih dari 1000 bangunan bersejarah dengan usia minimal 50 tahun. Namun tidak semua bangunan tersebut memiliki sejarah atau silsilahnya sehingga sulit untuk dipelihara keasliannya. Tuti kemudian membuat sebuah buku yang berisi 100 bangunan cagar budaya. Kebetulan 100 bangunan itu kini menjadi benda cagar budaya yang dilindungi perda.

Tetapi jangan disalah artikan, hanya 100 bangunan itu saja yang dilindungi. Sebab diduga masih banyak lagi bangunan cagar budaya lain.

Bangunan cagar budaya sendiri paling banyak terdapat di pusat kota, dengan terkonsentrasi di Jalan Braga, Jalan Asia afrika, dan Jalan Ir H. Djuanda atau Dago.

Pembongkaran bangunan cagar budaya yang paling sering terjadi adalah pada bangunan rumah tinggal. Mungkin karena tuntutan era kapitalisme dimana semua diukur dengan uang sehingga pemiliknya pun menyewakan rumah tersebut. Bangunan itu pun berubah dari fungsi privat menjadi fungsi komersil. Paling banyak terdapat di sepanjang Jalan Dago.

Bandung Haritage, menjadi satu-satunya paguyuban yang perduli dengan kondisi cagar budaya yang ada di Kota Bandung. Harastuti, yang menamatkan S3 di ITB dalam bidang konservasi kawasan dan bangunan cagar budaya menjadi penggagas didirikannya paguyuban ini.

Setelah melakukan penelitian sekitar lima tahun, ia dan juga dibantu sejumlah rekan dan mahasiswa arsitek akhirnya menyelesaikan pembuatan buku yang berisi 100 bangunan cagar budaya di Kota Bandung.

“Dalam perda cagar budaya yang dibuat Pemkot Bandung, masyarakat pasti tidak mengerti betul bangunan mana saja yang masuk cagar budaya. Sehingga saya menerbitkan buku ini lengkap dengan alamt dan foto,” kata Tuti.
Ia menyatakan Bandung penuh dengan bangunan bercitarasa tinggi karena dirancang oleh arsitek terkenal dari Belanda dan Eropa. Namun disayangkan banyak bangunan tersebut yang telah rusak dan berubah fungsinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar