Sebuah Festival yang Memanjakan Seniman
Braga Festival adalah even lokal di Kota Bandung yang meng-international. Pemerintah Kota Bandung secara rutin menggelar Braga Festival sejak tahun 2005. Even ini menjadi ritual seni dan budaya Bandung yang sangat dinantikan setiap tahunnya.
Braga Festival diselenggarakan sebagai upaya untuk menghidupkan Jalan Braga yang secara historis pernah mendapat julukan sebagai "De meest Europeessche winkel straat van Indie" (Jalan Perbelanjaan Bangsa Eropa Terkemuka Di Seluruh Hindia Belanda). Kini jalan braga merupakan kawasan open heritage sekaligus bisnis di Kota Bandung yang memiliki daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Sejak tahun 2005, Braga Festival, gelaran festival rakyat dan seniman ini digelar di sepanjang Jalan Braga Kota Bandung selalu dilaksanakan menjelang akhir tahun, yakni tiga hari terakhir pada bulan Desember. Namun Braga Festival yang diselenggarakan tahun ini memang berbeda.
Braga Festival tahun 2011, dilaksanakan pada tanggal 23 hingga 25 September. Festival seni dan budaya yang rutin diselenggarakan setiap tahun di Kota Bandung tahun ini juga lebih meriah dibandingkan pada gelaran tahun sebelumnya.
Jika melihat pagelaran ini dari tahun ketahun , setiap tahunnya selalu ada tema berbeda yang diusung. Misalnya saja pada awal gelaran tahun 2005, Bulan Desember pagelaran ini menampilkan sejumlah atraksi seni dan budaya yang cenderung serius. Komunitas kampus di Bandung mayoritas mengisi gelaran ajang seni dan budaya jalanan ini.
Bukan itu saja, sejumlah seniman luar Bandung seperti dari Majalengka dan Sumedang ikut mengisi Braga Festival yang pertama. Sambutan masyarakat saat itu sangat meriah, karena kegiatan seni dan budaya ini menjadi penerus Dago Festoval yang mandeg sejak tahun 2004.
Pada tahun 2006, Braga Festival kedua diselengarakan selama tiga hari pada tanggal 27 hingga 29 Desember. Berbeda dengan kegiatan tahun sebelumnya, Braga Festival tahun ini mengambil konsep lingkungan dan menumbuhkan kepedulian terhadap tanaman bamboo.
Bambu sebagai tema utama, terkait dengan potensi tanaman tersebut di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Alasannya , sebanyak 95 dari 105 jenis bambu di Indonesia berada di Jabar. Saat itu memang lebih dominan suasana bambu mengisi gelaran Braga Festival. Saung Angklung Udjo menjadi aktor uatam pagelaran tahun itu.
Animo masyarakat dan wisatawan lokal ataupun asing yang hadir dalam gelaran Braga Festival membuat Pemkot Bandung dan Jawa Barat kembali melanjutkantradisi gelaran seni dan budaya jalanan di salah satu jalan bersejarah Kota Bandung ini.
Kebetulan saat itu pemerintah juga sedang gencar melakukan promosi pariwisata dengan slogannya Visit Indonesia Year (VIY) 2008. Saat itu Braga Festival digelar pada tanggal 29 Desember hingga malam pergantian tahun 2008.
Braga Festival yang berlangsung tahun 2007 lebih banyak “dikuasai” oleh Pemprov Jawa Barat , partisipasi dari Pemkot Bandung pun mulai berkurang.
Acara seremonial dibuka oleh Gubernur Jabar saat itu Danny Setiawan dengan iring-iringan pawai sepeda onthel yang mengenakan kostum gaya Demang, Bupati pasundan pada jaman Kolonial.
Sayangnya gelaran tahun 2007 kurang greget karena tidak digelar oleh event organizer professional seperti pada pelaksanaan dua tahun sebelumnya. Braga Festivalpun hanya di Jalan Braga pendek yakni antara persimpangan Asia Afrika hingga Naripan.
Braga Festival 2007 lebih terasa sebagai festival kuliner jalanan dan clothing sehingga tidak terlalu jelas ciri khas Bandung. Pengunjungnya pun mulai berkurang.
Pada tahun 2008, Braga Festival diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat pada tanggal 30-31 Desember. Saat itu diambil tema “Bihari, Kiwari, Buringsupagiyang” (Bahasa Sunda yang artinya: masa lalu, masa kini, masa yang akan datang). Tema itu mengusung banyak penampilan peninggalan “jadul” selama gelaran.
Braga Festival kembali menggunakan seluruh lajur jalan Braga. Jalan Braga bagian selatan atau persimpangan Asia Afrika hingga Naripan diisi bagi stand-stand dan stage yang mengangkat tema etnik, tradisional, dan masa lalu. Sedangkan Kawasan Jalan Braga bagian utara, mulai dari Naripan hingga Braga City Walk diisi stand-stand dan stage yang mengangkat tema kekinian dan masa yang akan datang.
Menyesuaikan dengan tema yang diangakat oleh penyelenggara Braga Festival 2008, stand Kab Aleut dipersiapkan dengan konsep “Mesin Waktu”. Para pengunjung yang datang ke stand Klab aleut diajak untuk memasuki ruangan yang dikemas layaknya sebuah ruangan masa lalu dengan menampilkan foto-foto kehidupan dan objek-objek bangunan masa lalu.
Tema yang diusung memang membuat masyarakat kagum, karena ternyata banyak peninggalan sejarah yang berusia tua yang masih tersimpan rapi. Banyak turis Belanda yang juga terkagum-kagum melihat koleksi buku Indische Tuinbloemen (Van Dorp, 1940) dan Vetplanten (Uitgave Verkade’s Fabrieken, 1932). Namun pengunjung masih belum sebagus saat awal Braga Festival dimulai.
Braga Festival tahun 2009 juga kembali diselenggarakan menjelang pergantian tahun 2010 dari tanggal 27 hingga 30 Desember. Saat itu mengambil tema “Wujud Cinta Braga Kreatif” dan menampilkan berbagai seni dan kebudayaan lebih modern seperti pagelaran band pop, rock hingga musik alternatif.
Sejumlah seniman Jawa Barat pun ikut mengisi acara seperti Doel Sumbang, Gugun Gumbira dan Nano S. Konser musik mulai mengisi kegiatan ini dan sejumlah artis asli Bandung pun menjadikan ajang ini sebagai reunian.
Pagelaran Braga Festival yang keenam kembali digelar pada akhir Bulan Desember 2010. Art For Solidarity menjadi tema kegiatan seni ini. Tujuannya untuk mengembalikan kawasan jalan Braga sebagai kawasan bersejarah dengan bangunan art deco-nya. Selain atraksi seni, workshop dan seminar mulai mengisi kegiatan ini. Charly vokalis ST12 menjadi salah satu duta yang digadang-gadang mampu mengundang jumlah pengunjung Braga Festival tahun 2010.
Braga Festival 2011 yang baru berakhir pekan lalu kembali hadir dengan tema berbeda "Balik Bandung". Namun berbeda daritahun sebelumnya, kali ini tidak diselengarakan diakhir tahun. Penyelenggaraannya bertepatan dengan peringatan HUT Kota Bandung ke-2001 tahun.
Selain menggelar sejumlah kegiatan seni dan budaya serta pameran foto di Jalan Braga, sejumlah band indie juga meramaikan kegiatan tersebut, mengambil lokasi di Cikapundung Timur.
Penyelenggaraan tahun ini terbilang lebih meriah dan lebih banyak mngundang pengunjung. Ada atrakso seni, sulap, fashion show, pameran seni rupa dan sastra, pagelaran musik tradisional dan kontemporer (Pop, Keroncong, balada, Rock, Rock'n Roll, blues, Jazz, alternatif, World music, hingga musik Indie).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar